Krakatau yang terletak di selat Sunda dengan ketinggian 1.200 kaki merupakan gunung paling menakutkan di dunia. Saat meledak pada 1883, lebih dari 36 ribu orang tewas. Ledakan itu diperkirakan 13 ribu kali lebih hebat dibandingkan bom atom di Hiroshima, dan mengganggu cuaca dan suhu global selama lima tahun.
Erupsi dan bencana yang ditimbulkan Krakatau tidak ada yang menandingi. Bahkan erupsi Mount St Helens di AS pada 1980 sedikit pun tak mampu menyamai Krakatau. Kini Krakatau sudah tidur panjang hampir satu setengah abad, apakah akan terjadi bencana lagi?
Prediksi ledakan gunung api semakin baik. Tapi kita tidak pernah bisa memprediksi secara tepat ledakan besar dan ledakan tidak biasa, karena memang tidak biasa, kata Profesor Jon Davidson, chair of Earth Science di Durham University.
Jika Krakatau meledak lagi seperti di abad 19 maka korban dipastikan akan lebih besar. Selama lebih dari 100 tahun, wilayah Krakatau telah berkembang secara pesat.
Catatan resmi ledakan pada 1883 bersama tsunami yang ditimbulkannya telah meluluhlantakkan 165 desa dan kota. Selain itu, 132 kota rusak parah dan 36.417 orang menjadi korban.
Letusan Krakatau itu menimbulkan efek di seluruh planet. Suhu rata-rata global turun 1,2 derajat celcius setelah sulphur dioxide dalam jumlah besar diterbangkan ke angkasa. Hal itu menimbulkan awan besar yang memantulkan sejumlah besar sinar matahari.
Marco Fulle (51) ilmuwan dari Italia mengingatkan bahayanya letusan Krakatau.
Ledakan seperti 1883 bakal terjadi lagi. Krakatau akan menjadi sangat berbahaya jika tingginya sudah setara dengan ketinggian 1883, atau dua kali dari tinggi sekarang, katanya.
Meskipun begitu, tidak ada jaminan ledakan tidak terjadi dalam waktu dekat. Saat ledakan pada pagi 26 Agustus 1883, serangkaian letupan melemparkan debu sejauh 22 mil ke udara.
Di keesokan harinya, empat kali erupsi menyebabkan dua pertiga pulau itu runtuh ke lautan. Sebelumnya pada 20 Mei 1883, kapal Jerman Elizabeth melaporkan melihat kolom debu dan asap naik tujuh mil di atas pulau Krakatau.
Krakatau yang aslinya setinggi 2.667 kaki tingga 820 kaki di bawah laut. Letusan itu sangat keras sehingga bisa didengar dari jarak 1.900 mil di Perth Australia dan 4.500 mil di Sri Lanka.
Itu akibat campuran magma dan air laut yang menyebabkan erupsi sangat eksplosif, kata Profesor Davidson. Air masuk ke ruang magma dan menghasilkan ledakan yang menyebabkan pulau terbelah, imbuhnya.
Professor Davidson skeptis ledakan maha dahsyat akan terjadi dalam waktu dekat. Tidak cukup banyak magma, katanya.
Daripada membuat prediksi, tugas ilmuwan harus melakukan pencegahan untuk menimalisir risiko bagi yang hidup di dekat gunung itu. Hal itu yang lebih penting. Mungkin saran dari Professor Davidson ini ada benarnya.
0 komentar:
Posting Komentar